TEORI BUDAYA SEKOLAH
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah: Manajemen Pendidikan
Dosen
Pengampu:
Samsu,
S.Ag., M.Pd.I., Ph.D.
Disusun
oleh:
Sem.
III/PAI- E
Anggela Pratiwi
(TP.161413)
Fadilah Zain (TP.161462)
Wahyudi (TP.161623)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2017
TEORI
BUDAYA SEKOLAH
Disusun oleh:
Anggela Pratiwi
(TP.161413)
Fadilah Zain (TP.161462)
Wahyudi (TP.161623)
ABSTRAK
Makalah ini
bertujuan untuk (1) memenuhi tugas kelompok mata kuliah: Manajemen Pendidikan,
(2) memahami pengertian budaya sekolah, (3) mengetahui serta memahami kondisi
budaya sekolah. Sekolah sebagai sistem memiliki tiga aspek pokok yang erat
kaitanya dengan sekolah efektif Depdiknas (2003:10) yakni proses belajar
mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah serta budaya sekolah. Keberhasilan
sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh 3 lengkapnya sarana dan
prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik, tetapi budaya
sekolah sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah. Budaya
sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah
upaya- upaya yang lebih intensif dan ekstentif demi produktifitas sekolah. Budaya sekolah juga
amat dipengaruhi oleh sistem manajemen dan organisasinya, serta fasilitas
sekolah yang mendukungnya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, budaya
sekolah (school culture) yang seperti apakah sebenarnya yang ada di
lembaga-lembaga pendidikan?
Apakah lembaga pendidikan itu adalah lembaga pendidikan yang
angker, seperti tempat yang menakutkan, atau lembaga pendidikan yang amburadul,
seperti pasar yang kumuh, yang semua orang bebas keluar masuk, atau lembaga
pendidikan yang terbuka, tertib, bersih, dan sehat. Menurut Riduwan (2010: 113) lingkungan sekolah yang
aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga
sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa
(student centered activities) adalah contoh-contoh budaya sekolah yang dapat
menumbuhkan semangat belajar siswa. Masih banyak lagi bentuk-bentuk budaya
sekolah yang ada di dalam lembaga pendidikan. Maka dari itu, dalam makalah ini
akan dipaparkan secara singkat bagaimana keadaan dan kondisi budaya sekolah di
lembaga-lembaga pendidikan.
PENDAHULUAN
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Salah satu dari hal tersebut adalah membangun budaya sekolah dengan baik.
Budaya sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks persekolahan. Budaya
sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di
masyarakat luas. Budaya sekolah (school culture) yang seperti apakah
sebenarnya yang ada di lembaga-lembaga pendidikan? Apakah lembaga pendidikan
itu adalah lembaga pendidikan yang angker, seperti tempat yang menakutkan, atau
lembaga pendidikan yang amburadul, seperti pasar yang kumuh, yang semua orang
bebas keluar masuk, atau lembaga pendidikan yang terbuka, tertib, bersih, dan
sehat. Menurut Uyoh Sadulloh, dkk (2006:65) definisi budaya sekolah belum
diperoleh kesatuan pandangan. Terminologi budaya sekolah masih disamakan dengan
“Iklim atau Ethos”. Konsep budaya sekolah masuk ke dalam pendidikan itu
pada dasarnya sebagai upaya untuk memberikan arah tentang efisiensi lingkungan
pembelajaran, lingkungan dalam hal ini dapat dibedakan dalam dua hal
yaitu : (1) lingkungan yang sifatnya alami sesuai dengan budaya
siswa dan guru, (2) lingkungan artificial yang diciptakan oleh guru
atau hasil interaksi antara guru dengan siswa.
Langgulung (2007:67) mendefinisikan bahwa budaya sekolah merujuk pada suatu
sistem nilai, kepercayaan dan normanorma yang diterima secara bersama, serta
dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh
lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan
personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu
membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. Sejalan dengan itu,Dirto.dkk (1995:87) menjelaskan
bahwa budaya sekolah adalah karakteristik khas sekolah yang dapat
diidentifikasi melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya,
kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkanya dan tindakan yang ditunjukkan oleh
seluruh personel sekolah yang membentuk suatun kegiatan khusus dari sistem
sekolah.Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepsek,
guru, petugas admin, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Budaya Sekolah
Budaya
merupakan suatu pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok
masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, dan nilai yang
tercermin, baik dalam wujud konkrit maupun abstrak. Budaya ini juga dapat
dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk
melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang
persoalan dan memecahkannya. Dalam pandangan Koentjaraningrat, bahwa wujud
kebudayaan ini ada tiga macam, yaitu: 1) wujud kebudayaan sebagai kompleks
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya, 2) wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat, dan 3)wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia ((Koentjaraningrat, 1982: 80).[1]
Antara
pendidikan dan kebudayaan terdapat suatu hubungan yang interaktif, karena
proses pendidikan pada hakikatnya merupakan proses membudaya. Dalam proses yang
dimaksud, pendidikan bukan sekedar mentransfer nilai-nilai yang ada dalam
tradisi, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan budaya yang ada dan
mengantisipasi nilai-nilai yang mungkin muncul di masa yang akan datang. Dalam
hal ini, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan tiga jenis pelaku budaya,
yaitu manusia yang sadar budaya, manusia yang membudaya, dan manusia sebagai
budayawan dalam arti yang luas (Suryadi & Tilaar, 1993:95).[2]
Budaya sekolah adalah
nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun
kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk
stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta
asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah
merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima
secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku
alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama
diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru,
staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Beal dan Kent (1999: 26) dalam Moerdiyono (2010:2) mendefinisikan budaya
sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat
kuat kebersamaan sebagai warga suatu masyarakat. Menurut definisi ini, suatu
sekolah dapat saja memiliki sejumlah budaya dengan satu budaya dominan dan
sejumlah budaya lain sebagai subordinasi. Sejumlah keyakinan dan nilai
disepakati secara luas di sekolah dan sejumlah kelompok memiliki kesepakatan
terbatas di kalangan mereka tentang keyakinan dan nilai-nilai tertentu. Jika
budaya subordinasi tidak sesuai atau bertentangan dengan budaya dominan, maka
akan menghambat upaya pengembangan untuk menjadi sekolah bermutu.[3]
Menurut Zamroni
(2011:111) memberikan batasan bahwa budaya sekolah adalah pola nilai-nilai,
prinsi-prinsip, tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam
perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama
dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga
mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah. Warga sekolah menurut UU
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terdiri dari peserta
didik, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendidik serta komite sekolah. Salah
satu subyek yang diambil dalam penelitian budaya sekolah ini yaitu peserta
didik (siswa).
Zamroni (2011:87)
mengemukakan pentingnya sekolah memiliki budaya atau kultur. Sekolah sebagai
suatu organisasi harus memiliki:
(1) kemampuan untuk
hidup, tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang
ada, dan
(2) integrasi internal
yang memungkinkan sekolah untuk menghasilkan individu atau kelompok yang
memiliki sifat positif.[4]
Oleh karenanya suatu
organisasi termasuk sekolah harus memiliki pola asumsi-asumsi dasar yang
dipegang bersama seluruh warga sekolah.
Wahjosumidjo memaparkan
(2007: 48) budaya sekolah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan
antara nilai-nilai (value) yang dianut oleh kepala sekolah sebagai pemimpin
dengan nilai-nilai yang dianut oleh guru-guru dan para karyawan yang ada di
sekolah. Budaya sekolah atau iklim sekolah (fisik dan non fisik) yang kondusif
akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang
efektif. (DITPSMP, 2006), sedangkan menurut Riduwan (2010: 113) lingkungan
sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan /ekspektasi yang tinggi
dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dankegiatan-kegiatan yang berpusat pada
siswa (student centered activities) adalah contohcontoh budaya sekolah yang
dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Budaya sekolah sudah merupakan
kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya- upaya yang lebih
intensif dan ekstentif demi produktifitas sekolah.
Budaya sekolah dibagi
menjadi dua, yaitu budaya yang mempunyai nilai-nilai primer, yaitu:
(1)
tujuan organisasi sekolah;
(2)
konsensus dan komitmen terhadap tugas;
(3)
keunggulan;
(4)
kesatuan kepentingan;
(5)
imbalan berdasarkan prestasi;
(6)
empiris;
(7)
keakraban dan
(8)
integritas,
Sedangkan budaya yang bernilai sekunder,
yaitu:
(1)
penerimaan layanan;
(2)
pengendalian disiplin;
(3)
kemandirian;
(4)
pengambilan keputusan yang cepat;
(5)
visioner; dan
(6)
pengembangan.
Keberhasilan sebuah
lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh lengkapnya sarana dan prasarana,
guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik, tetapi budaya sekolah
sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah. Menurut Mayer dan
Rowen dalam Jamaluddin (2002:24) budaya merupakan jiwa (spirit) sebuah sekolah
yang memberikan makna terhadap kegiatan kependidikan sekolah tersebut, jika
budaya sekolah lemah, maka ia tidak kondusif bagi pembentukan sekolah efektif.
Sebaliknya budaya sekolah kuat maka akan menjadi fasilitator bagi peningkatan
sekolah efektif.
Menurut Bears,
Cadwell dan Milikan (1989:172-200) setiap lembaga pendidikan, sebagai mana
setiap individu dalam sebuah lembaga pendidikan berbeda satu sama lain. Seperti
layaknya manusia, sebuah sekolah memiliki
getaran dan jiwa sendiri. Masing-masing mengespresikan rasa sendiri yang
penting berbeda satu sama lainnya. Getaran tersebut berasal dari lingkungan
sekolah yang gilirannya menciptakan budaya sebuah lembaga pendidikan.
Dari uraian tersebut,
maka budaya organisasi sekolah akan dapat menjelaskan bagaimana sekolah
berfungsi, seperti apakah mekanisme internal sekolah yang terjadi, karena para
warga sekolah masuk ke sekolah dengan bekal
budaya yang mereka miliki, sebagian bersifat positif, yaitu yang mendukung
peningkatan kualitas pembelajaran. Namun ada yang negatif, yaitu yang
menghambat usaha peningkatan kualitas pembelajaran.
Elemen penting budaya
sekolah adalah norma, keyakinan, tradisi, upacara keagamaan, seremoni, dan
mitos yang diterjemahkan oleh sekelompok orang tertentu (Depdiknas, 2003:1).
Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan atau perbuatan yang dilakukan
warga sekolah secara terus menerus.
Perbaikan sistem
persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah dengan kekuatan utama
sekolah yang bersangkutan. Perbaikan mutu sekolah perlu adanya pemahaman
terhadap budaya sekolah. Melalui pemahaman terhadap budaya sekolah, maka
berfungsinya sekolah dapat dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui, dan
pengalamanpengalamannya dapat direfleksikan. Oleh sebab itu, dengan memahami
ciriciri budaya sekolah akan dapat diusahakan tindakan nyata peningkatan mutu
sekolah.
Budaya sekolah
bersifat dinamik, milik kolektif, merupakan hasil perjalanan sejarah sekolah,
produk dari interaksi berbagai kekuatan yang masuk kesekolah (Depdiknas,
2004:2). Untuk itu sekolah perlu menyadari keberadaan aneka budaya sekolah
dengan sifat yang positif dan negatif. Nilai-nilai dan keyakinan tidak akan
hadir dalam waktu singkat.
Guna menjelaskan bagaimana sebuah sekolah menjadi
sekolah yang efektif, dapat dilihat dari budaya sekolah tersebut. Budaya
sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) budaya yang dapat
diamati, berupa konseptual yaitu struktur
organisasi, kurikulum; behavior (perilaku) yaitu kegiatan belajar
mengajar, upacara, prosedur, peraturan dan tata tertib; material yaitu
fasilitas dan perlengkapan; (2) budaya yang tidak dapat diamati berupa filosofi
yaitu visi, misi serta nilai-nilai; yaitu kualitas, efektivitas, keadilan,
pemberdayaan dan kedisiplinan.
Dalam mengkaji budaya
sekolah lebih difokuskan pada hal-hal yang tidak dapat diamati, khususnya
nilai-nilai sebagai inti budaya. Lebih dari itu nilai merupakan landasan bagi
pemahaman, sikap dan motivasi serta acuan seseorang atau kelompok dalam memilih
suatu tujuan atau tindakan. (Davis dalam Tjahjono, 2003:11). Aspek nilai ini
kemudian dimanifestasikan dalam bentuk budaya yang nyata yang dapat diamati
baik fisik maupun perilaku. Dengan demikian, keadaan fisik dan perilaku warga
sekolah didasari oleh asumsi, nilai-nilai dan keyakinan.[5]
B. Kondisi Budaya Sekolah
Untuk lebih memahami
bidang garapan yang menjadi tantangan membangun sekolah
yang kondusif tergambarkan pada diagram dibawah ini.
Dalam
gambar terlihat jelas bahwa tugas kepala
sekolah meliputi tiga bidang utama, yaitu:
a.
Mengembangkan keharmonisan hubungan yang
direalisasikan dalam komunikasi, kolaborasi untuk meningkatkan
partisipasi.
b.
Mengembangkan keamanan
baik secara psikologis, fisik, sosial, dan keamanan
kultural. Sekolah menjaga agar setiap warga sekolah nyaman dalam
komunitasnya.
c.
Mengembangkan lingkungan sekolah
yang agamis, lingkungan fisik sekolah yang bersih, indah, dan nyaman, mengembangkan
lingkungan sekolah yang kondusif secara akademik. Pendidik dan peserta didik
memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi untuk mencapai target
belajar yang bernilai dengan suasana yang berdisiplin dan kompetitif.[6]
Untuk mendukung ini kepala sekolah
hendaknya memperhatikan kemampuan diri dalam mengendalikan
kepribadian, prilaku, dan sikap kepemimpinan
kepala sekolah yang mendukung sehingga
semua pihak dapat menjaga harmoni kerja
sama yang baik. Keterampilan lain yang
diperlukan adalah membangun kreasi dalam
memberikan pelayanan agar memenuhi harapan semua
pihak. Dan, ini merupakan bagian terpenting
dalam kepemimpinan (Celtus R Bulach, 2011).
Tinggi rendahnya semangat
kerja sama, kepatuhan terhadap norma atau
nilai-nilai yang baik, kebiasaan baik, kayakinan
yang tinggi, motif berprestasi guru dan
siswa sangat bergantung pada karakter
kepemimpinan kepala sekolah. Dalam menunjang
pengembangan budaya sekolah, Fullan (2001) menyatakan
bahwa kepala sekolah hendaknya menegakkan lima prinsip berikut:
1)
selalu berorientasi
pada pencapain tujuan; mengembangkan visi dengan
jelas dan kandungannya menjadi milik bersama.
2)
menerapkan kepemimpinan
partisipasif dengan memperluas peran pendidik dalam pengambilan
keputusan.
3)
berperan sebagai
kepala sekolah yang inovatif dengan meningkatkan
keyakinan bahwa pendidik dapat mengembangkan prilaku yang mendukung perubahan.
4)
memerankan kepemimpinan
yang meyakinkan pendidik sehingga mereka berpersepsi bahwa
kepala sekolahnya “benar” menunjang efektivitas mereka bekerja.
5)
mengembangkan kerja
sama yang baik antar pendidik dalam
interaksi formal maupun informal.
Bagi kepala sekolah aspek mana pun
kembali ke pemikiran awal yang menyatakan
bahwa seluruh unsur kebudayaan berkembang
melalui proses belajar. Oleh karena itu
inti dari pengembangan kultur adalah membangun
hubungan yang baik, meningkatkan keamanan sekolah
secara fisik maupun psikologis, meningkatkan lingkungan yang
kondusif.
Untuk itu kepala sekolah dan seluruh pemangku kepentingan perlu terus
belajar karena konteks budaya sekolah terus berubah tanpa henti. Relevan dengan
kondisi itu, Peter Senge menyatakan bahwa kepala sekolah perlu memerankan diri
sebagai teladan yang ditunjukkan dengan indikator:
1)
Menjadi personal yang berdisiplin tinggi
dalam memfokuskan energi dalam mewujudkan visi-misi, bersabar dan memahami
fakta secara objektif.
2)
Menjadi mental model dalam mempengaruhi
dan memahami keadaan sekitar dan serta dapat merespon dengan tepat.
3)
Mengembangkan visi-misi bersama sebagai
dasar untuk mengembangkan komitmen yang berkembang secara berkelanjutan
sehingga kepala sekolah tidak hanya mengembangkan kepatuhan.
4)
Mengembangkan tim pembelajar yang
dialogis, mengembangkan kapasitas tim mengganti asumsi dengan pemikiran
bersama.
5)
Mengembangkan berpikir sistem yang
mengintegrasikan dengan keempat disiplin di atas.
Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pengembangan budaya
sekolah menjadi penentu keberhasilan meningkatkan lulusan yang bermutu. Karena
itu, kapala sekolah penting memperhatikan berbagai prinsip utama sebagai
berikut:
1)
Budaya merupakan norma, nilai,
keyakinan, ritual, gagasan, tindakan, dan karya sebagai hasil belajar.
2)
Perubahan budaya mencakup proses
pengembangan norma, nilai, keyakinan, dan tradisi sekolah yang dipahami dan
dipatuhi warga sekolah yang dikembangkan melalui komunikasi dan interaksi
sehingga mengukuhkan partisipasi.
3)
Untuk dapat mengubah budaya sekolah
memerlukan pemimpin inspiratif dan inovatif dalam mengembangkan perubahan
perilaku melalui proses belejar.
4)
Efektifitas perubahan budaya sekolah
dapat terwujud dengan mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajar
melalui peran kepala sekolah menjadi teladan.
5)
Mengembangkan budaya sekolah memerlukan
ketekunan, keharmonisan, dan perjuangan tiada henti karena budaya di sekitar
sekolah selalu berubah ke arah yang tidak selalu sesuai dengan harapan sekolah.
Hubungan antara unsur dalam peran kepala sekolah terhadap penguatan budaya
sekolah dapat dilihat dalam gambar berikut:
Diagram arah
pengembangan budaya sekolah
Pada diagram pengembangan budaya
sekolah, kepala sekolah bertugas mengembangkan kondisi sekolah yang kondusif.
Kondisi itu memerlukan komunikasi dan interaksi antara kepala sekolah dan
pendidik, orang tua peserta didik, tenaga kependidikan dan peserta didik
harmonis. Kerja sama yang baik semua pihak diharapkan dapat menunjang
pengembangan interaksi yang positif menumbuhkan pola pikir dan pola tindak
dalam bentuk terhadap norma, nilai-nilai yang sekolah junjung. Disamping itu,
diharapkan pula dengan dukungan sekolah yang kondusif para pemangku kepentingan
memiliki keyakinan bahwa sekolahnya dapat mewujudkan prestasi terbaik karena
ditunjang dengan motif berprestasi yang tinggi.[7]
KESIMPULAN
Budaya
sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah
yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah
termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di
sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah.
Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma
yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru,
staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Beal dan Kent (1999: 26) dalam Moerdiyono (2010:2) mendefinisikan budaya
sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat
kuat kebersamaan sebagai warga suatu masyarakat. Menurut definisi ini, suatu
sekolah dapat saja memiliki sejumlah budaya dengan satu budaya dominan dan sejumlah
budaya lain sebagai subordinasi. Sejumlah keyakinan dan nilai disepakati secara
luas di sekolah dan sejumlah kelompok memiliki kesepakatan terbatas di kalangan
mereka tentang keyakinan dan nilai-nilai tertentu. Jika budaya subordinasi
tidak sesuai atau bertentangan dengan budaya dominan, maka akan menghambat
upaya pengembangan untuk menjadi sekolah bermutu.
Kepala sekolah adalah
seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Karena sekolah
merupakan lembaga yang bersifat kompleks, maka sekolah sebagai organisasi
memerlukan koordinasi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah
juga. Kepala sekolah berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah
sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala
sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggungjawab untuk memimpin sekolah.
Berdasarkan rumusan di atas menunjukkan betapa penting peran kepala sekolah
dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan. Ada dua hal yang
perlu diperhatikan dalam rumusan tersebut yaitu sebagai berikut ini: a) Kepala
sekolah berperan sebagai
kekuatan sentral yang menjadi kekuatan
penggerak kehidupan sekolah b) Kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi
mereka demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian kepada staf dan
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Samsu.
“Kepemimpinan dan Budaya Akademik Mahasiswa Perguruan Tinggi”. Diunduh pada
Tanggal 3 Oktober 2003. Dari http://jmie.iainjambi.ac.id.
Sastrapratedja, M. “Budaya Sekolah”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/dinamikapendidikan/article/viewFile/5819/5029.
Setyati,
Sri. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, dan Budaya Sekolah
Terhadap Kinerja Guru”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://id.linkedin.com/in/sri-setyati-a97a0457.
Susanti,
Desi. “Budaya Sekolah Efektif”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari http://eprints.ums.ac.id/6891/1/Q100040041.pdf.
Zamroni. Pendidikan Demokrasi pada
Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama, 2011.
[1] Samsu. “Kepemimpinan dan Budaya Akademik Mahasiswa
Perguruan Tinggi”. Diunduh pada Tanggal 3 Oktober 2017. Dari http://jmie.iainjambi.ac.id.
[2]
Ibid.
[3] Sri
Setyati. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, dan Budaya
Sekolah Terhadap Kinerja Guru”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://id.linkedin.com/in/sri-setyati-a97a0457
[4] Zamroni,
Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural (Yogyakarta: Gavin Kalam
Utama, 2011), hlm. 88
[6] M Sastrapratedja.
“Budaya Sekolah”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/dinamika-pendidikan/article/viewFile/5819/5029
[7] M Sastrapratedja.
“Budaya Sekolah”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/dinamika-pendidikan/article/viewFile/5819/5029