Senin, 09 Oktober 2017

makalah teori budaya sekolah PAI E UIN STS JAMBI 2016

TEORI BUDAYA SEKOLAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah: Manajemen Pendidikan

Dosen Pengampu:
Samsu, S.Ag., M.Pd.I., Ph.D.











Disusun oleh:
Sem. III/PAI- E
Anggela Pratiwi (TP.161413)
Fadilah Zain (TP.161462)
Wahyudi (TP.161623)





PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2017

TEORI BUDAYA SEKOLAH
Disusun oleh:
Anggela Pratiwi (TP.161413)
Fadilah Zain (TP.161462)
Wahyudi (TP.161623)


ABSTRAK
Makalah ini bertujuan untuk (1) memenuhi tugas kelompok mata kuliah: Manajemen Pendidikan, (2) memahami pengertian budaya sekolah, (3) mengetahui serta memahami kondisi budaya sekolah. Sekolah sebagai sistem memiliki tiga aspek pokok yang erat kaitanya dengan sekolah efektif Depdiknas (2003:10) yakni proses belajar mengajar, kepemimpinan dan manajemen sekolah serta budaya sekolah. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh 3 lengkapnya sarana dan prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik, tetapi budaya sekolah sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah. Budaya sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya- upaya yang lebih intensif dan ekstentif demi produktifitas sekolah. Budaya sekolah juga amat dipengaruhi oleh sistem manajemen dan organisasinya, serta fasilitas sekolah yang mendukungnya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, budaya sekolah (school culture) yang seperti apakah sebenarnya yang ada di lembaga-lembaga pendidikan? Apakah lembaga pendidikan itu adalah lembaga pendidikan yang angker, seperti tempat yang menakutkan, atau lembaga pendidikan yang amburadul, seperti pasar yang kumuh, yang semua orang bebas keluar masuk, atau lembaga pendidikan yang terbuka, tertib, bersih, dan sehat. Menurut Riduwan (2010: 113) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa (student centered activities) adalah contoh-contoh budaya sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Masih banyak lagi bentuk-bentuk budaya sekolah yang ada di dalam lembaga pendidikan. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dipaparkan secara singkat bagaimana keadaan dan kondisi budaya sekolah di lembaga-lembaga pendidikan.












PENDAHULUAN

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu dari hal tersebut adalah membangun budaya sekolah dengan baik. Budaya sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks persekolahan. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas. Budaya sekolah (school culture) yang seperti apakah sebenarnya yang ada di lembaga-lembaga pendidikan? Apakah lembaga pendidikan itu adalah lembaga pendidikan yang angker, seperti tempat yang menakutkan, atau lembaga pendidikan yang amburadul, seperti pasar yang kumuh, yang semua orang bebas keluar masuk, atau lembaga pendidikan yang terbuka, tertib, bersih, dan sehat. Menurut Uyoh Sadulloh, dkk (2006:65) definisi budaya sekolah belum diperoleh kesatuan pandangan. Terminologi budaya sekolah masih disamakan dengan “Iklim atau Ethos”. Konsep budaya sekolah masuk ke dalam pendidikan itu pada dasarnya sebagai upaya untuk memberikan arah tentang efisiensi lingkungan pembelajaran,  lingkungan dalam hal ini dapat dibedakan dalam dua hal yaitu :  (1) lingkungan yang sifatnya alami sesuai dengan budaya siswa  dan guru, (2) lingkungan artificial yang diciptakan oleh guru atau hasil interaksi antara guru dengan siswa.
Langgulung (2007:67) mendefinisikan bahwa budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan normanorma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. Sejalan dengan itu,Dirto.dkk (1995:87) menjelaskan bahwa budaya sekolah adalah karakteristik khas sekolah yang dapat diidentifikasi melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya, kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkanya dan tindakan yang ditunjukkan oleh seluruh personel sekolah yang membentuk suatun kegiatan khusus dari sistem sekolah.Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepsek, guru, petugas admin, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah.
PEMBAHASAN
A.        Pengertian Budaya Sekolah
            Budaya merupakan suatu pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, dan nilai yang tercermin, baik dalam wujud konkrit maupun abstrak. Budaya ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Dalam pandangan Koentjaraningrat, bahwa wujud kebudayaan ini ada tiga macam, yaitu: 1) wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya, 2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan 3)wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia ((Koentjaraningrat, 1982: 80).[1]
            Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat suatu hubungan yang interaktif, karena proses pendidikan pada hakikatnya merupakan proses membudaya. Dalam proses yang dimaksud, pendidikan bukan sekedar mentransfer nilai-nilai yang ada dalam tradisi, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan budaya yang ada dan mengantisipasi nilai-nilai yang mungkin muncul di masa yang akan datang. Dalam hal ini, pendidikan berfungsi untuk mengembangkan tiga jenis pelaku budaya, yaitu manusia yang sadar budaya, manusia yang membudaya, dan manusia sebagai budayawan dalam arti yang luas (Suryadi & Tilaar, 1993:95).[2]
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. Beal dan Kent (1999: 26) dalam Moerdiyono (2010:2) mendefinisikan budaya sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan sebagai warga suatu masyarakat. Menurut definisi ini, suatu sekolah dapat saja memiliki sejumlah budaya dengan satu budaya dominan dan sejumlah budaya lain sebagai subordinasi. Sejumlah keyakinan dan nilai disepakati secara luas di sekolah dan sejumlah kelompok memiliki kesepakatan terbatas di kalangan mereka tentang keyakinan dan nilai-nilai tertentu. Jika budaya subordinasi tidak sesuai atau bertentangan dengan budaya dominan, maka akan menghambat upaya pengembangan untuk menjadi sekolah bermutu.[3]
Menurut Zamroni (2011:111) memberikan batasan bahwa budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, prinsi-prinsip, tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah. Warga sekolah menurut UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terdiri dari peserta didik, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendidik serta komite sekolah. Salah satu subyek yang diambil dalam penelitian budaya sekolah ini yaitu peserta didik (siswa).
Zamroni (2011:87) mengemukakan pentingnya sekolah memiliki budaya atau kultur. Sekolah sebagai suatu organisasi harus memiliki:
(1) kemampuan untuk hidup, tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang ada, dan
(2) integrasi internal yang memungkinkan sekolah untuk menghasilkan individu atau kelompok yang memiliki sifat positif.[4]
Oleh karenanya suatu organisasi termasuk sekolah harus memiliki pola asumsi-asumsi dasar yang dipegang bersama seluruh warga sekolah.
Wahjosumidjo memaparkan (2007: 48) budaya sekolah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan antara nilai-nilai (value) yang dianut oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dengan nilai-nilai yang dianut oleh guru-guru dan para karyawan yang ada di sekolah. Budaya sekolah atau iklim sekolah (fisik dan non fisik) yang kondusif akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. (DITPSMP, 2006), sedangkan menurut Riduwan (2010: 113) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan /ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dankegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa (student centered activities) adalah contohcontoh budaya sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Budaya sekolah sudah merupakan kewenangan sekolah sehingga yang diperlukan adalah upaya- upaya yang lebih intensif dan ekstentif demi produktifitas sekolah.
Budaya sekolah dibagi menjadi dua, yaitu budaya yang mempunyai nilai-nilai primer, yaitu:
(1) tujuan organisasi sekolah;
(2) konsensus dan komitmen terhadap tugas;
(3) keunggulan;
(4) kesatuan kepentingan;
(5) imbalan berdasarkan prestasi;
(6) empiris;
(7) keakraban dan
(8) integritas,
Sedangkan budaya yang bernilai sekunder, yaitu:
(1) penerimaan layanan;
(2) pengendalian disiplin;
(3) kemandirian;
(4) pengambilan keputusan yang cepat;
(5) visioner; dan
(6) pengembangan.
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh lengkapnya sarana dan prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa yang baik, tetapi budaya sekolah sangat berperan terhadap peningkatan keefektifan sekolah. Menurut Mayer dan Rowen dalam Jamaluddin (2002:24) budaya merupakan jiwa (spirit) sebuah sekolah yang memberikan makna terhadap kegiatan kependidikan sekolah tersebut, jika budaya sekolah lemah, maka ia tidak kondusif bagi pembentukan sekolah efektif. Sebaliknya budaya sekolah kuat maka akan menjadi fasilitator bagi peningkatan sekolah efektif.
Menurut Bears, Cadwell dan Milikan (1989:172-200) setiap lembaga pendidikan, sebagai mana setiap individu dalam sebuah lembaga pendidikan berbeda satu sama lain. Seperti layaknya manusia, sebuah sekolah memiliki  getaran dan jiwa sendiri. Masing-masing mengespresikan rasa sendiri yang penting berbeda satu sama lainnya. Getaran tersebut berasal dari lingkungan sekolah yang gilirannya menciptakan budaya sebuah lembaga pendidikan.
Dari uraian tersebut, maka budaya organisasi sekolah akan dapat menjelaskan bagaimana sekolah berfungsi, seperti apakah mekanisme internal sekolah yang terjadi, karena para warga sekolah masuk ke sekolah dengan bekal  budaya yang mereka miliki, sebagian bersifat positif, yaitu yang mendukung peningkatan kualitas pembelajaran. Namun ada yang negatif, yaitu yang menghambat usaha peningkatan kualitas pembelajaran.
Elemen penting budaya sekolah adalah norma, keyakinan, tradisi, upacara keagamaan, seremoni, dan mitos yang diterjemahkan oleh sekelompok orang tertentu (Depdiknas, 2003:1). Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan-kebiasaan atau perbuatan yang dilakukan warga sekolah secara terus menerus.
Perbaikan sistem persekolahan pada intinya adalah membangun sekolah dengan kekuatan utama sekolah yang bersangkutan. Perbaikan mutu sekolah perlu adanya pemahaman terhadap budaya sekolah. Melalui pemahaman terhadap budaya sekolah, maka berfungsinya sekolah dapat dipahami, aneka permasalahan dapat diketahui, dan pengalamanpengalamannya dapat direfleksikan. Oleh sebab itu, dengan memahami ciriciri budaya sekolah akan dapat diusahakan tindakan nyata peningkatan mutu sekolah.
Budaya sekolah bersifat dinamik, milik kolektif, merupakan hasil perjalanan sejarah sekolah, produk dari interaksi berbagai kekuatan yang masuk kesekolah (Depdiknas, 2004:2). Untuk itu sekolah perlu menyadari keberadaan aneka budaya sekolah dengan sifat yang positif dan negatif. Nilai-nilai dan keyakinan tidak akan hadir dalam waktu singkat.
Guna menjelaskan bagaimana sebuah sekolah menjadi sekolah yang efektif, dapat dilihat dari budaya sekolah tersebut. Budaya sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (1) budaya yang dapat diamati, berupa konseptual yaitu struktur  organisasi, kurikulum; behavior (perilaku) yaitu kegiatan belajar mengajar, upacara, prosedur, peraturan dan tata tertib; material yaitu fasilitas dan perlengkapan; (2) budaya yang tidak dapat diamati berupa filosofi yaitu visi, misi serta nilai-nilai; yaitu kualitas, efektivitas, keadilan, pemberdayaan dan kedisiplinan.
Dalam mengkaji budaya sekolah lebih difokuskan pada hal-hal yang tidak dapat diamati, khususnya nilai-nilai sebagai inti budaya. Lebih dari itu nilai merupakan landasan bagi pemahaman, sikap dan motivasi serta acuan seseorang atau kelompok dalam memilih suatu tujuan atau tindakan. (Davis dalam Tjahjono, 2003:11). Aspek nilai ini kemudian dimanifestasikan dalam bentuk budaya yang nyata yang dapat diamati baik fisik maupun perilaku. Dengan demikian, keadaan fisik dan perilaku warga sekolah didasari oleh asumsi, nilai-nilai dan keyakinan.[5]








B.        Kondisi Budaya Sekolah
            Untuk  lebih  memahami  bidang  garapan  yang  menjadi  tantangan membangun sekolah yang kondusif tergambarkan pada diagram dibawah ini.

Dalam  gambar  terlihat  jelas  bahwa  tugas  kepala  sekolah  meliputi  tiga bidang utama, yaitu: 
a.       Mengembangkan keharmonisan hubungan yang direalisasikan dalam komunikasi, kolaborasi untuk meningkatkan partisipasi. 
b.      Mengembangkan  keamanan  baik  secara  psikologis,  fisik,  sosial,  dan keamanan  kultural.  Sekolah  menjaga agar setiap warga sekolah nyaman dalam komunitasnya.
c.    Mengembangkan lingkungan sekolah  yang agamis, lingkungan fisik sekolah yang bersih, indah, dan nyaman, mengembangkan lingkungan sekolah yang kondusif secara akademik. Pendidik dan peserta didik memiliki motif berprestasi serta keyakinan yang tinggi untuk mencapai target belajar yang bernilai dengan suasana yang berdisiplin dan kompetitif.[6]
Untuk  mendukung  ini  kepala  sekolah  hendaknya  memperhatikan kemampuan  diri  dalam  mengendalikan  kepribadian,  prilaku,  dan  sikap kepemimpinan  kepala  sekolah  yang  mendukung  sehingga  semua  pihak  dapat menjaga  harmoni  kerja  sama  yang  baik.  Keterampilan  lain  yang  diperlukan adalah  membangun  kreasi  dalam  memberikan  pelayanan  agar  memenuhi harapan  semua  pihak.  Dan,  ini  merupakan  bagian  terpenting  dalam kepemimpinan (Celtus R  Bulach, 2011).
Tinggi  rendahnya  semangat  kerja  sama,  kepatuhan  terhadap  norma atau  nilai-nilai  yang  baik,  kebiasaan  baik,  kayakinan  yang  tinggi,  motif berprestasi  guru  dan  siswa  sangat  bergantung  pada  karakter  kepemimpinan kepala  sekolah.  Dalam  menunjang  pengembangan  budaya  sekolah,  Fullan (2001) menyatakan  bahwa kepala sekolah hendaknya menegakkan lima prinsip berikut: 
1)   selalu  berorientasi  pada  pencapain  tujuan;  mengembangkan  visi  dengan jelas dan kandungannya menjadi milik bersama. 
2)   menerapkan kepemimpinan partisipasif dengan memperluas peran  pendidik dalam pengambilan keputusan.
3)   berperan  sebagai  kepala  sekolah  yang  inovatif  dengan  meningkatkan keyakinan bahwa pendidik dapat mengembangkan prilaku yang mendukung perubahan.
4)   memerankan  kepemimpinan  yang  meyakinkan  pendidik sehingga  mereka berpersepsi bahwa kepala sekolahnya “benar” menunjang efektivitas mereka bekerja. 
5)   mengembangkan  kerja  sama  yang  baik  antar  pendidik  dalam  interaksi formal maupun informal.
Bagi  kepala  sekolah  aspek  mana  pun  kembali  ke  pemikiran  awal  yang menyatakan  bahwa  seluruh  unsur  kebudayaan  berkembang  melalui  proses belajar.  Oleh  karena  itu  inti  dari  pengembangan  kultur  adalah  membangun hubungan  yang  baik,  meningkatkan  keamanan  sekolah secara  fisik  maupun psikologis,  meningkatkan lingkungan yang kondusif.
Untuk itu kepala sekolah dan seluruh pemangku kepentingan perlu terus belajar karena konteks budaya sekolah terus berubah tanpa henti. Relevan dengan kondisi itu, Peter Senge menyatakan bahwa kepala sekolah perlu memerankan diri sebagai teladan yang ditunjukkan dengan indikator:
1)   Menjadi personal yang berdisiplin tinggi dalam memfokuskan energi dalam mewujudkan visi-misi, bersabar dan memahami fakta secara objektif.
2)   Menjadi mental model dalam mempengaruhi dan memahami keadaan sekitar dan serta dapat merespon dengan tepat.
3)   Mengembangkan visi-misi bersama sebagai dasar untuk mengembangkan komitmen yang berkembang secara berkelanjutan sehingga kepala sekolah tidak hanya mengembangkan kepatuhan.
4)   Mengembangkan tim pembelajar yang dialogis, mengembangkan kapasitas tim mengganti asumsi dengan pemikiran bersama.
5)   Mengembangkan berpikir sistem yang mengintegrasikan dengan keempat disiplin di atas.
Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pengembangan budaya sekolah menjadi penentu keberhasilan meningkatkan lulusan yang bermutu. Karena itu, kapala sekolah penting memperhatikan berbagai prinsip utama sebagai berikut:
1)   Budaya merupakan norma, nilai, keyakinan, ritual, gagasan, tindakan, dan karya sebagai hasil belajar.
2)   Perubahan budaya mencakup proses pengembangan norma, nilai, keyakinan, dan tradisi sekolah yang dipahami dan dipatuhi warga sekolah yang dikembangkan melalui komunikasi dan interaksi sehingga mengukuhkan partisipasi.
3)   Untuk dapat mengubah budaya sekolah memerlukan pemimpin inspiratif dan inovatif dalam mengembangkan perubahan perilaku melalui proses belejar.
4)   Efektifitas perubahan budaya sekolah dapat terwujud dengan mengembangkan sekolah sebagai organisasi pembelajar melalui peran kepala sekolah menjadi teladan.
5)   Mengembangkan budaya sekolah memerlukan ketekunan, keharmonisan, dan perjuangan tiada henti karena budaya di sekitar sekolah selalu berubah ke arah yang tidak selalu sesuai dengan harapan sekolah.
Hubungan antara unsur dalam peran kepala sekolah terhadap penguatan budaya sekolah dapat dilihat dalam gambar berikut:

Diagram arah pengembangan budaya sekolah


            Pada diagram pengembangan budaya sekolah, kepala sekolah bertugas mengembangkan kondisi sekolah yang kondusif. Kondisi itu memerlukan komunikasi dan interaksi antara kepala sekolah dan pendidik, orang tua peserta didik, tenaga kependidikan dan peserta didik harmonis. Kerja sama yang baik semua pihak diharapkan dapat menunjang pengembangan interaksi yang positif menumbuhkan pola pikir dan pola tindak dalam bentuk terhadap norma, nilai-nilai yang sekolah junjung. Disamping itu, diharapkan pula dengan dukungan sekolah yang kondusif para pemangku kepentingan memiliki keyakinan bahwa sekolahnya dapat mewujudkan prestasi terbaik karena ditunjang dengan motif berprestasi yang tinggi.[7]




















KESIMPULAN

Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. Beal dan Kent (1999: 26) dalam Moerdiyono (2010:2) mendefinisikan budaya sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan sebagai warga suatu masyarakat. Menurut definisi ini, suatu sekolah dapat saja memiliki sejumlah budaya dengan satu budaya dominan dan sejumlah budaya lain sebagai subordinasi. Sejumlah keyakinan dan nilai disepakati secara luas di sekolah dan sejumlah kelompok memiliki kesepakatan terbatas di kalangan mereka tentang keyakinan dan nilai-nilai tertentu. Jika budaya subordinasi tidak sesuai atau bertentangan dengan budaya dominan, maka akan menghambat upaya pengembangan untuk menjadi sekolah bermutu.
Kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Karena sekolah merupakan lembaga yang bersifat kompleks, maka sekolah sebagai organisasi memerlukan koordinasi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah juga. Kepala sekolah berhasil apabila mereka memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggungjawab untuk memimpin sekolah. Berdasarkan rumusan di atas menunjukkan betapa penting peran kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah untuk mencapai tujuan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam rumusan tersebut yaitu sebagai berikut ini: a) Kepala sekolah berperan sebagai
kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak kehidupan sekolah b) Kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian kepada staf dan siswa.

























DAFTAR PUSTAKA
Samsu. “Kepemimpinan dan Budaya Akademik Mahasiswa Perguruan Tinggi”. Diunduh pada Tanggal 3 Oktober 2003. Dari http://jmie.iainjambi.ac.id.
Sastrapratedja, M. “Budaya Sekolah”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/dinamikapendidikan/article/viewFile/5819/5029.
Setyati, Sri. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, dan Budaya Sekolah Terhadap Kinerja Guru”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://id.linkedin.com/in/sri-setyati-a97a0457.
Susanti, Desi. “Budaya Sekolah Efektif”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari http://eprints.ums.ac.id/6891/1/Q100040041.pdf.
Zamroni. Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama, 2011.






[2] Ibid.
[3] Sri Setyati. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, dan Budaya Sekolah Terhadap Kinerja Guru”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://id.linkedin.com/in/sri-setyati-a97a0457
[4] Zamroni, Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural (Yogyakarta: Gavin Kalam Utama, 2011), hlm. 88

[6] M Sastrapratedja. “Budaya Sekolah”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/dinamika-pendidikan/article/viewFile/5819/5029
[7] M Sastrapratedja. “Budaya Sekolah”. Diunduh pada Tanggal 2 Oktober 2017. Dari https://journal.uny.ac.id/index.php/dinamika-pendidikan/article/viewFile/5819/5029